https://www.jurnalmahupiki.org/ojs/index.php/jhpk/issue/feedJurnal Hukum Pidana dan Kriminologi2025-10-11T00:00:00+00:00Dr. Beniharmoni Harefa, S.H., LL.Mbeniharefa@upnvj.ac.idOpen Journal Systems<p><strong>Jurnal Hukum Pidana & Kriminologi (JHPK)</strong> hanya menerbitkan artikel yang telah sesuai dengan pedoman penulisan JHPK. Seluruh artikel yang masuk, akan direview secara <em>double blind review</em>.</p> <p>Jurnal ini memberikan kesempatan bagi para akademisi, peneliti dan praktisi untuk mempublikasikan karya ilmiah dalam bentuk artikel baik yang berbasis penelitian maupun konseptual. Artikel yang dikirim, merupakan artikel asli dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya dan mendeskripsikan <em>novelty</em> dari penelitiannya. Ruang lingkup (<em>scope</em>) dalam jurnal ini seputar hukum pidana dan kriminologi, meliputi : Hukum Pidana Materil; Hukum Acara Pidana; Korupsi; Pencucian Uang; Terorisme; Narkotika; Pelanggaran Berat HAM; Pembaharuan Hukum Pidana; Sistem Peradilan Pidana; Kriminologi; dan berbagai isu hukum pidana dan kriminologi lainnya.</p> <p><strong>ISSN Cetak - 2746-7651 | ISSN Online - 2746-7643</strong></p>https://www.jurnalmahupiki.org/ojs/index.php/jhpk/article/view/333TRAGEDI DIRUMAH SENDIRI SEORANG AYAH DIDUGA MENGANIAYA ANAK KADUNG YANG TIDAK BERSALAH2025-06-23T16:32:20+00:00muhammad bhumibhumiyusuf@gmail.com<p><em>Kekerasan yang terjadi terhadap anak tanpa kita sadari sering dilakukan oleh orang tua. Padahal mereka adalah orang yang memiliki tugas sebagai pelindung anak yang paling utama. Parahnya sebuah survei menyatakan 60 % wanita (ibu) lebih sering melakukan kekerasan dari pada laki laki (ayah) yang Dimana kebanyakan yang menjadi pelaku adalah orang orang yang berada paling dekat dengan mereka, seperti ayah dan juga suami, meski begitu seorang ayah dan juga suami juga kerap melakukan tindakan kekerasan terhadap anaknya sendiri. Terdapat beberapa hal yang melatar belakangi mengapa kekerasan terhadap anak banyak dilakukan oleh seorangorang tua, diantaranya adalah stress dan juga kenangan masa lalu yang suram serta masalah rumah tangga. Kekerasan terhadap anak itu dapat menyebabkan berbagai macam dampak negatif, diantaranya ialah fisik maupun psikis. Bahkan kekerasan terhadap anak itu memiliki dampak yang sangat berbahaya, yaitu dapat menyebabkan kematian terhadap korban. Dampak lainnya yang juga berbahaya ialah trauma yang berkepanjangan, dikhawatirkan hal tersebut akan memicu adanya pengulangan Tindakan kekerasan yang pernah dialaminya, yang menjadi korban adalah anak anak mereka dimasa depan. Pelaku tindakan kekerasan ditindak tegas dalam peraturan perundang-undangan. peraturan tidak memandang bulu, walaupun pelaku adalah orang tua sendiri tetap di tindak dengan tegas guna meminimalisir dan juga menghentikan tindakan kekerasan yang kerap terjadi</em></p>2025-10-10T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 muhammad bhumihttps://www.jurnalmahupiki.org/ojs/index.php/jhpk/article/view/366ANALISIS YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS KEBIJAKAN KRIMINAL TINDAK PIDANA TERORISME PASCA PERISTIWA TEROR BOM BALI I DI INDONESIA2025-07-11T13:31:49+00:00Nadia Nabelanadianabela@fh.unmul.ac.id<p>Tindak pidana terorisme merupakan salah satu bentuk kejahatan serius yang mengancam kedaulatan negara dan hak asasi manusia. Pembentukan kebijakan kriminal pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan langkah strategis negara dalam melindungi seluruh hak asasi warga negara Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pembentukan kebijakan kriminal penanggulangan dan pemberatasan tindak pidana terorisme di Indonesia pasca tragedi bom bali dan apakah pembentukan sudah cukup efektif. Metode penelitian</p> <p>Penelitian ini yaitu yuridis normatif dengan menganalisis data sekunder dan spesifikasi penelitian desktriptif analistis. Jika dilihat tragedi bom Bali merupakan titik awal dasar pembentukan kebijakan kriminal terorisme besar-besaran di indonesia. Pembentukan Perppu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2022 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah langkah luar biasa pemerintah dalam memberantas tindakan teror. Perubahan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2022 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 merupakan salah satu bentuk penambahan daya efektivitas pemberantasan tindak pidana terorisme yang kian berkembang. Melalui kebijakan kriminal pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, Negara membentuk Satgas Khusus Detastemen Khusus Anti Teror 88, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).</p>2025-10-10T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Nadia Nabelahttps://www.jurnalmahupiki.org/ojs/index.php/jhpk/article/view/372Harmonisasi Pengaturan Restorative Justice Dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Dengan Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 Terhadap Perlindungan Korban2025-07-23T08:50:04+00:00Alwi Nicholas Hutabalianalwihutabalian@gmail.comAlvi Syahrinalviprofdr@gmail.comRafiqoh Lubisrafiqoh@usu.ac.id<p><em>Di Indonesia, Restorative Justice saat ini telah dimasukkan dalam Sistem Peradilan Pidana, yang sebelumnya lebih menekankan pemidanaan terhadap pelaku kejahatan kini mengarah pada perlindungan terhadap korban. Namun, dalam mengimplementasikan prinsip Restorative Justice masih terdapat ketidaksempurnaan karena hadirnya peraturan sektoral di tiap instansi penegak hukum yang hanya fokus pada lembaganya masing-masing, sehingga menyebabkan ketidakselarasan dalam penerapannya. Skripsi ini memuat beberapa rumusan masalah, yaitu sebagai berikut: 1). Bagaimana prinsip Restorative Justice dan perkembangannya dalam hukum pidana Indonesia; 2. Bagaimana perlindungan korban tindak pidana dalam penyelesaian melalui Restorative Justice; 3. Bagaimana harmonisasi pengaturan Restorative Justice dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 terkait perlindungan korban. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan primer, sekunder dan tersier. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan studi pustaka. Pada akhir penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2020 ini masih belum dapat mengakomodir prinsip Restorative Justice meski keduanya berorientasi terhadap pemulihan kembali pada keadaan semula. Terdapat perbedaan dalam Pemenuhan hak korban dalam peraturan kejaksaan dapat dikecualikan jika pelaku dan korban sepakat untuk berdamai, tetapi dalam peraturan kepolisian Pemenuhan hak korban tetap harus terpenuhi walaupun sudah berdamai. Proses Restorative Justice dapat dilakukan jika terdapat kesepakatan pelaku dan korban, dengan maksud bahwa ketika tidak ada kesepakatan maka Restorative Justice tidak akan terjadi dan Pemenuhan hak korban tidak akan terpenuhi.</em></p>2025-10-10T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Alwi Nicholas Hutabalian, Alvi Syahrin, Rafiqoh Lubishttps://www.jurnalmahupiki.org/ojs/index.php/jhpk/article/view/334KASUS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR OLEH EKS KAPOLRES NGADA2025-06-23T16:45:22+00:00Bima Angga Kurnia Putrabimaangga51@gmail.comYusuf Saefudinyusuf.saefudin12@ump.ac.id<p><em>Kasus kekerasan seksual yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, telah mencuat sebagai pelanggaran serius dalam institusi kepolisian. Fajar diduga mencabuli empat korban, termasuk tiga anak di bawah umur, dan merekam serta menyebarkan video kekerasan seksual tersebut. Penangkapan terhadapnya dilakukan setelah otoritas Australia melaporkan temuan video eksploitasi anak yang melibatkan Fajar. Selain itu, hasil tes urine menunjukkan bahwa Fajar positif menggunakan narkoba. Atas perbuatannya, ia dipecat melalui sidang etik Polri dan dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Pasal 6 huruf C dan Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Kasus ini mendapat kecaman dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan lembaga HAM, yang menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran HAM berat dan mendesak hukuman maksimal bagi pelaku.</em></p>2025-10-10T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Bima Angga Kurnia Putra, Yusuf Saefudinhttps://www.jurnalmahupiki.org/ojs/index.php/jhpk/article/view/336KASUS PENDEKATAN KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI TERHADAP DUGAAN KASUS PELECEHAN SEKSUAL DAN PENISTAAN AGAMA OLEH PANJI GUMILANG DI PONDOK PESANTREN AL-ZAYTUN2025-06-23T16:53:43+00:00Moch Bintang Paralegalmuhammadbintangparalegal@gmail.com<p>Kasus yang menyeret Panji Gumilang, pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, bukan hanya menyita perhatian media, tetapi juga membuka diskusi yang lebih luas mengenai dinamika kekuasaan dalam lembaga pendidikan berbasis agama. Dugaan pelecehan seksual dan penistaan agama yang dilaporkan oleh berbagai pihak, jika benar adanya, menunjukkan bahwa lembaga keagamaan sekalipun tak luput dari potensi penyimpangan perilaku. Melalui pendekatan kriminologi dan viktimologi, tulisan ini mencoba menelusuri bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta dampaknya terhadap korban maupun masyarakat sekitar.</p> <p> </p> <p>Pendekatan kriminologi dipakai untuk melihat sisi penyebab dan struktur kekuasaan yang memungkinkan terjadinya penyimpangan dalam lingkup tertutup seperti pesantren. Sedangkan perspektif viktimologi membantu kita memahami pengalaman korban yang tak hanya mengalami trauma fisik dan psikologis, tetapi juga tekanan sosial yang berat. Banyak korban merasa kesulitan menyuarakan pengalaman mereka karena pelaku memiliki pengaruh besar, baik secara sosial maupun spiritual.</p> <p> </p> <p>Kajian ini juga menyoroti bagaimana peran masyarakat, negara, serta institusi hukum dalam merespons laporan dugaan pelanggaran tersebut. Diperlukan pendekatan yang lebih manusiawi dan berpihak pada korban agar keadilan bisa benar-benar terwujud. Kasus ini menjadi refleksi penting bahwa transparansi, pengawasan, serta reformasi sistem pesantren merupakan kebutuhan mendesak dalam mencegah pelanggaran serupa terulang di masa depan</p>2025-10-10T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Moch Bintang Paralegal